Aku dan Literasi
![]() |
Menulis adalah media mengenal diri sendiri |
Sebagai seseorang yang introvert, kesulitan terbesar saya adalah mengekspresikan apa yang dirasa ataupun dipikirkan. Sejak Sekolah Menengah Pertama, menulis menjadi media mengungkapkan segala yang dirasa. Walaupun pada akhirnya, tidak ada satupun tulisan saya yang terpublikasi, sekalipun ada teman yang ingin membantu saya mengirimkan tulisan saya. Karena kebetulan, saya tertarik dengan dunia fiksi sejak sekolah.
Beberapa
teman sering mengatakan saya pengkhayal yang baik. Dulu, saya sering mencari
cara menghilangkannya. Namun, sekarang saya paham, mungkin itu cara Tuhan
menyampaikan pesanNya. Melalui perkataan seorang sahabat, beberapa saat lalu,
saya memutuskan untuk serius belajar menulis, yang diawali dengan mengikuti
kelas belajar menulis novel. Rada rumit buat saya, tapi saya menikmatinya.
Setelah
selesai dengan kelas yang disediakan, saya memutuskan untuk mengikuti komunitas
online yang diasuh oleh teman saya. Tugasnya adalah menulis, tapi menulisnya
bukan di kelas, tapi di media sosial. Akhirnya, apa yang saya takutkan pun
terjadi, menulis di media umum. Ini adalah momok yang harus saya hadapi.
Mendadak semuanya jadi buntu, tidak tahu harus menulis apa. Alhamdulillah, teman
saya tidak pernah berhenti mendorong saya dengan segala kalimat bijaknya.
Keberanian
muncul, saya mulai menulis dengan segala keterbatasan. Banyak hal yang saya
pelajari ketika menulis. Kesalahan demi kesalahan menjadi pembelajaran buat
saya. Dunia menulis yang mungkin buat beberapa orang hanya hal biasa, mendadak
menjadi hal yang sangat menarik buat saya. Semakin belajar, semakin saya paham
bahwa banyak hal yang belum saya ketahui.
Emosi
terkadang ikut larut dalam tulisan. Dan, pada saat mengikuti kelas mbak Jee
Luvina, beliau pernah mengajarkan, untuk mengendapkan dahulu tulisan kita seharian
(minimal) sebelum di-edit. Tujuannya
agar hal-hal yang tidak baik untuk dibagikan, tidak kita bagikan. Menurut
beliau, emosi ketika menulis itu wajib, namun terkadang kita terlalu terlarut,
sehingga hal-hal yang tidak baik juga turut dibagikan.
Pertanyaan
demi pertanyaan seolah terjawab ketika mengikuti setiap kelas yang ada. Bahkan
pernah muncul kekhawatiran jika tulisan hanya akan menjadi ‘sampah’ dan tidak
berguna. Kekhawatiran ini terjawab dengan baik oleh mbak Ernawatiwilys dan kak Desy Zulfiani dari Blogger Sumut. Mereka mengatakan bahwa tidak ada tulisan yang tidak
berguna, semua tulisan pasti ada manfaatnya.
Pede
setelah itu? Gak juga. Tantangan pasti akan tetap ada dalam melakukan sesuatu. Kekhawatiran
yang sebelumnya mampir tetap muncul ke permukaan sesekali. Hingga semuanya terjawab
dengan manis oleh mas Dharmawan Adji. Beliau mengatakan bahwa hakikat menulis
adalah untuk mengikat ilmu, jangan lakukan untuk orang lain. Keteplak….Kalimat
ini jelas tamparan luar biasa buat saya.
Dunia ini
benar-benar menarik buat saya. Sebuah dunia yang mengajarkan saya akan banyak
hal. Seperti yang dikatakan oleh Tere Liye, untuk menuliskan satu paragraph,
kamu harus membaca satu buku. Pernah kebayang gak, bagaimana jika menulis satu artikel
yang terdiri dari beberapa paragraph? Berapa banyak buku yang akan dibaca?
Sahabat
saya pernah berkata, banyak membaca akan membuatmu memahami sesuatu dari banyak
hal, dari berbagai dimensi. Dia benar akan hal ini. Saya jadi mampu melihat berbagai hal dalam
perspektif yang berbeda. Tulisan mampu memecahkan yang bersatu, namun juga
menyatukan yang berbeda. Melalui dunia ini, saya diajarkan akan banyak hal.
“Hayati
yang kamu jalani, temukan maknanya, maka kamu akan mengerti jalan Tuhan.” Ini
adalah nasihat seseorang untuk saya. Diantara ketidakpahaman dan keterbatasan
diri, saya mencari makna nasihat ini.
No comments: