Ada Apa Dengan Dunia Kerja?
Beberapa waktu yang lalu, saya dan sahabat saya mengikuti workshop “Personal Development” dengan pemateri Ihsan Rahmat, M.Psi, Psikolog. Beliau adalah senior saya ketika berada di bangku kuliah. Lalu sebenarnya apa sih materi dalam workshop "Personal Development"? Materi dalam workshop ini berguna untuk menghadapi dunia kerja di zaman era digital ini. Sebelum tahun 2000, kita masih menggunakan sistem yang serba manual. Pada zaman itu, perusahaan yang berhasil adalah perusahaan yang paling banyak memiliki karyawan. Maka perusahaan pun tidak segan-segan menambah jumlah karyawan.
![]() |
Workshop "Personal Development", menghadapi tantangan dunia kerja di era digital |
Namun, sekarang, era digital sudah berbeda. Perusahaan yang
baik tidak lagi perusahaan yang banyak karyawannya, namun perusahaan yang
sedikit karyawannya. Karena hakikatnya, sebuah perusahaan itu mengurangi
pengeluaran dan menambah pemasukan. Lalu, bagaimana perusahaan berjalan jika karyawannya berkurang?
Lalu, apa hubungannya dengan dunia kerja? Dunia kerja tentu saja wajib
mengikuti pola masyarakat yang berubah. Pada zaman dahulu, yang namanya melamar
pekerjaan itu wajib tulis tangan, mengantri buat masukin lamaran (pada masa
job fair), dan menunggu beberapa lama untuk jawaban dari perusahaan.
Apakah sekarang sama? Kalau perusahaan masih sama, maka
dijamin perusahaan akan sangat tertinggal. Mereka akan kehilangan anak muda
yang berbakat. Lalu sekarang bagaimana? Menurut Ihsan Rahmat, M.Psi, Psikolog, mereka yang bergerak di bidang Human Resource Development wajib
menguasai media sosial. Buat apa? Buat kepoin
mereka yang memiliki bakat di bidangnya. Kalau kata beliau, “Sudah bukan
zamannya lagi menunggu dan berharap mereka melamar. Saatnya kita yang mencari.”
Great.
Bagaimana cara mereka melihat kita melalui media sosial?
Mereka akan melihat apa saja yang kita update tentunya. Karena hal itu menggambarkan
karakter kita. Kalau dalam dunia psikologi, diam pun mampu menggambarkan banyak
hal. Apalagi dengan sosial media kita, mampu menggambarkan bayak hal dari kisah
kita. So, mulai berhati-hati dengan social media ya, teman-teman.
Dalam perkembangannya, Indonesia masih memiliki banyak
pekerjaan rumah untuk memajukan negaranya. Dalam hal tekstil misalnya, kita
masih kalah dengan Thailand. Berapa banyak masyarakat kita yang masih memilih
untuk memasarkan produk Thailand daripada produk negaranya sendiri. Selain itu, kita masih ketinggalan di banyak bidang lainnya.
Pertama, keterampilan atau kompetensi. Dalam hal ini, apa
yang menjadi kekhususan kita. Jika dahulu kita terbiasa dengan generalisasi,
maka kali ini masuk ke era kekhususan. Misalnya dokter, jika dibandingkan dengan dokter umum, maka jasanya yang dibayar lebih mahal adalah dokter spesialis. Demikian juga dengan kita semua, akan
menampilkan keterampilan apa, agar dilirik oleh perusahaan?
Kedua, jenis pekerjaan. Dengan adanya kekhususan, maka jenis pekerjaan pun akan menjadi khusus, dan tentunya tidak bisa lagi psikologi bekerja di bagian akuntansi. Karena kekhususan yang dia miliki akan menentukan pekerjaannya.
Ketiga, pola hidup. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya,
pola hidup remaja zaman sekarang sudah jauh berbeda dengan zaman sebelum tahun
2000. Mereka menyukai pekerjaan yang menantang. Hal inilah mengapa industri kreatif berkembang.
Tantangan kita akan semakin keras ke depannya. Jika dahulu
menjadi pedagang butuh modal besar, maka zaman sekarang dengan modal smartphone sudah bisa berdagang. Resiko
juga lebih kecil. Jika dahulu bekerja di kantoran sangat diminati, maka zaman
sekarang gak perlu kantor buat bekerja. Bahkan ketika berbincang dengan teman saya, banyak diantara mereka yang notabene tidak ada kantor
atau ada kantor tapi pekerjanya sedikit. Dan ketika berbicara tentang penghasilan, kita tidak dapat memandang penghasilan mereka dengan sebelah mata.
Pertama, spesifikasi program pelatihan, Jika zaman dahulu,
semakin banyak yang diketahui maka akan semakin baik. Namun, zaman sekarang
telah berbeda. Tidak masalah jika sedikit yang diketahui, tapi kita harus mengetahuinya secara mendalam.
Kedua, sertifikasi profesi. Apa gunanya? Karena ke depannya,
akan semakin banyak tantangannya. Akan semakin banyak mereka yang mengetahui sedikit, namun
lebih berani. Misal, menjadi pembicara dengan topik sumber daya manusia. Kalau
hanya bermodalkan berani, maka semua orang yang paham sumber daya manusia hanya sedikit pun bisa menjadi
pembicara. Namun, apakah ilmunya sesuai? Belum tentu. Sertifikasi inilah yang
akhirnya menentukan seseorang memiliki kompetensi atau tidak.
Ketiga, kompetensi hard
skill dan soft skill. Penting
buat menguasai hard skill, namun jauh
lebih penting menguasai soft skill.
Karena setiap kita adalah unik, sehingga setiap kita pasti berbeda.
Ini sedikit hal yang saya pahami selama seminar. Mungkin masih banyak ilmu di luar sana yang harus saya pelajari mengenai dunia psikologi. Karena itu, saya menerima masukan apabila ada pemahaman yang salah dalam tulisan ini.
No comments: