Review Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini: Kita Baik-Baik Saja

September 29, 2020
Review Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini

Film ini menarik untuk menjadi pembelajaran hidup buat kita semua. Sang sutradara berusaha meyajikan kisah tentang keluarga yang sangat related dengan kehidupan kita sehari-hari. Hubungan suami dan istri, ayah dan anak, serta kakak dan adik.

Menjadi orangtua bukanlah hal yang mudah. Mendidik, membesarkan dan membimbing anak dengan baik hingga dewasa. Menjaga stabilitas emosi masing-masing anggota keluarga, terutama anak. Karena dasarnya setiap anak memiliki karakternya masing-masing, sehingga perlu penanganan sendiri-sendiri.

Semua baik-baik saja, kondisi ini yang kerap dihadirkan oleh ayah mereka di dalam keluarganya. Membuat setiap keluarga menyimpan lukanya masing-masing. Keinginan agar anak-anaknya tidak pernah terluka membuat ayahnya menghadirkan kondisi 'seolah-olah' bahagia. Namun, secara kenyataan, apakah mereka benar-benar bahagia?

Film yang diperankan oleh Rio Dewanto, Sheila Dara, Rachel Amanda, Niken Anjani, Donny Damara, Susan Bachtiar dan Okan Antara ini menyajikan konflik keluarga dengan masa lalu yang penuh luka tersembunyi. Alur yang disajikan mungkin awalnya terasa membingungkan, karena alur yang digunakan adalah alur maju mundur, yang berguna untuk menjelaskan mengapa situasi tersebut hadir.

Trauma yang dialami oleh orangtua mengalir dalam pola asuh kepada anaknya. Hingga situasi yang tidak nyaman buat mereka hadir dan terus memupuk luka demi luka yang terus tertanam. Bagaimana para pemain menyajikan kisahnya mungkin tidak diragukan lagi. Sederet nama yang disebutkan di atas adalah bintang yang sudah tidak asing lagi. Mereka sudah sangat piawai dalam memainkan aktingnya.

Tidak jarang kita siap untuk menikah, namun kita tidak siap untuk memiliki anak. Mengapa? Kita mulai gagap ketika ternyata si A memiliki karakter begini, si B lain lagi. Belum lagi si C dengan keunikannya. Belum selesai dengan karakter anak, mimpi mereka yang berbeda menjadikan kita gamang dalam memperlakukan mereka.


Kutipan dari buku "Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini"

Angkasa (diperankan oleh Rio Dwanto) merasakan bagaimana pola asuh turunan berdampak bagi kehidupannya. Bukan hal asing buat kita bahwa anak sulung harus mengalah kepada adiknya. Ketika terjadi pertengkaran, maka mereka wajib dimarahi karena mereka anak tertua. Adiknya terjatuh, maka itu tanggung jawab sebagai kakak. Angkasa merasakan apa yang dirasakan oleh anak sulung pada umumnya.

Tanggung jawab yang dibebankan kepadanya untuk menjaga Awan menjadikan dirinya sulit mengurus hal pribadinya. Bukan hanya itu, bahkan Angkasa menjadi sulit dalam mendefenisikan bahagia, sedih dan banyak perasaan lainnya. Urusan pribadinya menjadi hal kedua setelah urusan keluarga dan adik-adiknya. Hal ini mengakibatkan hubungan percintaannya terancam. Kekasihnya mulai jengah ketika dia harus selalu mengalah, bahkan untuk hal penting seklaipun.

Sudah sangat awam, jika anak pertama bertanggung jawab atas segala situasi yang dialami adik-adiknya? Namun, pernahkah kita berpikir bahwa anak pertama adalah manusia biasa yang berhak memiliki pilihan dan menentukan kehisupannya sebagaimana adik-adiknya? Beban Angkasa yang cukup berat disimpannya di dalam hatinya sendiri.

Berbeda dengan adiknya paling kecil, Awan (diperankan oleh Rachel Amanda), yang setiap sisi kehidupannya selalu dibantu oleh keluarganya. Mungkin yang terbayang buat kita itu menyenangkan. Tapi tidak buat Awan, baginya itu menjadi penghambat buat menemukan 'siapa dirinya sesungguhnya'. Jatuh, gagal, sedih seolah menjadi sesuatu yang haram untuk dirasakannya.

Keinginannya untuk membuktikan diri menjadi sangat kuat. Dia ingin menjadi seperti kakak-kakaknya yang mampu bekerja sendiri dan tahu apa yang diinginkan. Hal ini juga membuat dirinya selalu bertanya, apakah ini yang dia inginkan, apakah pekerjaannya saat ini dilakukan karena dia mampu dan banyak hal lainnya yang membuat selalu bertanya dalam hati.

Tidak jarang Awan menjadi canggung dalam mengambil keputusan. Pertemuannya dengan Dita (diperankan oleh Ardhito Pramono) mengubah kehidupannya. Banyak hal yang akhirnya dipelajarinya, mulai dari naik motor, duduk makan di pinggir jalan, jalan-jalan di malam hari dan banyak hal lainnya. Semua hal baru ini membuat hidupnya semakin terasa berwarna, namun menjadi beban buat Angkasa yang wajib menjaga adiknya.

Kutipan dari buku "Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini"

Aurora (yang diperankan oleh Sheila Dara) yang selalu melihat bagaimana Angkasa harus menanggung akibat dari perbuatan Awan, menjadi sedih. Sekeras apapun usaha Angkasa, tetap tidak menjadikan ayahnya paham, bahwa anak-anaknya adalah manusia biasa yang memiliki kehidupan dan keinginan. Dengan mengatur segalanya serapi mungkin, seolah itu menjadi jalan terbaik.

Aurora yang memiliki prestasi di atas adiknya, harus mengalah ketika prestasinya dianggap angin lalu oleh keluarganya. Bahkan, ketika secara perlahan Aurora menarik diri dari keluarganya pun,tidak pernah ada yang menyadari. Seluruh perhatian keluarga mengarah kepada Awn dan segala masalah di dalam hidupnya. Aurora akhirnya berkutat sendiri dengan masalah yang tengah dihadapinya.

Angga Dwimas Sasongko berhasil megubah buku Marchella FP ini menjadi kisah yang menarik. Bagaimana seorang ayah akhirnya menyadari bahwa menutupi masalah dari anak-anaknya bukanlah jalan terbaik. Bagaimana jeritan hati dari tiap anak ternyata tetap harus didengarkan.

Terkadang, kita merasa sudah sangat mengenal anak kita, sehingga kita mengambil keputusan atas hidup mereka. Tidak jarang kita menjadi lupa bahwa semakin dewasa mereka, semkain banyak hal yang mereka lalui dan semakin banyak hal yang mereka impikan. Kita takkan pernah mampu mengatur hidup mereka layaknya masa kecil mereka.

Kita juga sering lupa, bahwa paham tentang siapa anak kita, tidak serta merta menyatakan bahwa sudah mengetahui sisi kehidupan mereka. Seperti Angkasa yang akhirnya berontak dan memohon kepada ibunya untuk menjelaskan luka yang dialami ibunya. Aurora akhirnya mengungkapkan bahwa keluarganya telah kehilangan dirinya sejak lama, namun mereka tidak sadar. Berbeda dengan Awan yang ingin memiliki pencapaian karena dirinya, bukan bantuan orangtuanya.

Secara perlahan, anak-anaknya mulai menempuh jalannya sendiri. Angkasa memilih tinggal sendiri, Aurora memilih sekolah ke luar negeri, karena baginya keluarganya tidak butuh kehadirannya. Sementara Awan kembali mencari jati dirinya.

Mungkin, sembunyi di balik kalimat 'baik-baik saja' akan terasa menyenangkan. Wajah bahagia juag mampu kita tampilkan kepada khalayak ramai. Seolah wajah 'keluarga bahagia' yang penuh kepalsuan adalah hal wajib. Namun, apakah semua selesai? Tidak, karena akhirnya masalah selesai setelah ibunya mampu menjelaskan dengan bijak. Tanpa berusaha menyalahkan salah satu pihak.

Kutipan dari buku "Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini"

Jatuh, bangun, luka, perih, tangis, bahagia, tawa dan sejuta 'rasa' akan menjadi bumbu yang menarik dalam perjalanan kita. Jika mengutip kalimat Dito kepada Awan, bahwa jatuh, luka, sakit dan segala rasa negatif tersebut akan menjadikan Awan dewasa dalam menjalani hidupnya. Temasuk mengambil keputusan dan menerima konsekuensi dari setiap jalan hidupnya.

"Pilu Membiru"-nya Kunto Adjie turut menambah haru kisah ini. Sebuah lagu tentang masalah yang tertunda, yang berusaha kita anggap selesai. Apakah kita yakin bahwa masalah kita sudah benar-benar selesai?

Satu hal yang saya sadari dari film ini adalah setiap kita memiliki luka. Entah luka itu dari masa lalu atau masa kini. Terkadang kita lupa berdamai dengan luka dan memilih menghanyutkannya ke alam bawah sadar. Tanpa disadari, itu semua ibarat bom waktu yang bisa kapan saja meledak dan mengorbankan mereka yang tidak bersalah.

Tidak ada yang salah buat para orangtua menjelaskan situasi yang ada, bahkan jika itu adalah masalah. Dan berhenti mencari kambing hitam atas masalah yang ada. Karena tanpa kita sadari, kita menumbuhkan luka di hati mereka. Luka yang tidak berdarah dan tidak terlihat.

Setiap kita mungkin memiliki peran sendiri sebagai anak, sebagaimana layaknya peran mereka di film ini. Mungkin kita adalah Angkasa yang membungkus luka dan berusaha membahagiakan orang lain. Bisa juga Aurora yang  menyimpan luka dalam diam. Atau Awan yang sebenarnya tidak paham kalau dirinya terluka?

Apapun peran yang tengah kita jalani, yakinkanlah bahwa luka itu akan pergi. Dan kelak akan menjadi kenangan yang akan kita ceritakan kepada anak kita. Jadikan luka kita sebagai pembelajaran, bukan untuk menjadi beban untuk generasi penerus kita. Karena mereka berhak atas hidupnya.


"Yang dicari, hilang.
Yang dikejar, lari.
Sampai kita lelah dan berserah.
Saat itu semesta bekerja.
Beberapa hadir dalam rupa sama. 
Beberapa lebih baik dari rencana." 

-Awan-

No comments:

Powered by Blogger.