Stay Positif Aja, Friend

December 15, 2018
Dia duduk di sudut ruangan yang riuh oleh suara beberapa kelompok yang sedang asyik bercerita. Matanya menatap kosong ke arah luar jendela. Piring yang berisi nasi putih dan lauknya disuapkan secara perlahan. Gelas berukuran sedang yang berisi teh hangat berada di sebelah kanannya.
Kejadian di ruang rapat hari ini mengganggu pikirannya. Menenangkan diri menjadi pilihannya.
"Hei.....ngelamun." Tepukan sahabatnya, Thalia, membuyarkan lamunan Dania.
"Kamu liat tadi kan? Boss kita itu sama sekali gak pernah memperhatikan nasib kita. Dia hanya menyelamatkan dirinya sendiri." Dengan penuh semangat Thalia menceritakan kisah mereka hari ini secara detail. Sementara itu Dania hanya tersenyum. Tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Dia hanya mendengarkan cerita sahabatnya.
"Waduh....nie orang. Aku cerita hanya senyum-senyum aja." Thalia mengibaskan tangannya ke depan Dania.
Dania tetap tersenyum. Menunduk perlahan, kemudian melanjutkan makannya secara perlahan.
"Aku harus bicara apa?" Dania tetap tenang. Berusaha untuk tidak menimpali cerita tersebut.
Pada dasarnya, Dania mengetahui lebih banyak dari cerita Thalia. Tapi dia paham, ketika dia menceritakan lebih banyak, maka konflik akan semakin membesar.
"Masa gak ada tanggapan?" Thalia menatap tajam ke arah Dania.
"Mungkin bukan begitu kejadiannya. Ada hal yang tidak kita pahami mungkin." Dania mengambil gelas di sebelah kanannya. Dia meminum teh hangat pesanannya.
"Bisa jadi, boss lagi membuat trik aja biar nasib kita gak lebih jatuh lagi." Dania menambahkan.
"Hah??? Apa kamu bilang? Biar gak lebih jatuh? Hei....sudah jelas tadi itu kita dihabisi sama boss besar, dia gak ada pembelaan." Nada suara Thalia meninggi.
"Boss besar lagi marah karena kesalahan kita. Lagian kalau dia marah trus dibantah, bukannya makin marah?" Dania menatap Thalia lembut.
"Hah.....payah kalau ngomong sama kamu. Gak pernah benar." Thalia memiringkan badannya ke arah kiri. Kaki kanannya berada di atas kaki kirinya. Tangan kanannya menggenggam, sementara tangan kirinya diletakkan di atas pahanya.
"Bukan gitu maksudku. Aku minta maaf. Kita coba berfikir positif aja. Mungkin kalau kita perbaiki cara kerja, boss besar gak marah." Dania terdiam.
"Lagian gak lucu ah, cari makan disini, tapi kita ceritakan juga. Gimana mau berkah?" Dania menyilangkan sendok dan garpunya, menandakan ia telah selesai makan. Kemudian menghabiskan teh hangat yang ada di sebelahnya.
"Iya, bu ustadzah. Ceramah kok disini. Tuh sana di mesjid." Thalia menunjuk ke arah mesjid yang berada di sebelah kantor.
Dania hanya tertawa. Dia paham benar watak sahabatnya kalau lagi marah.
"Ucapanku memang gak enak, tapi aku lakukan ini semua demi kamu, biar tetap tenang." Dania terdiam sesaat melihat perubahan wajah sahabatnya.
"Aku tidak ingin menyiram minyak pada bara yang ada di hatimu. Kalau ini menyakitimu, aku minta maaf." Dania menggenggam tangan kanan Thalia yang menggenggam kuat.
Tatapan Thalia tidak lagi tajam. Senyumannya mengembang. Dania lega karena sahabatnya paham maksud hatinya.
"Aku minta maaf ya tadi kasar sama kamu." Mereka pun tertawa bersama. Suasana kembali hangat.
Memang tidak menyenangkan ketika ada yang tidak sepaham dengan kita. Tapi bisa jadi, dia hanya tidak mau terbawa oleh arus berfikir kita. Membuat suasana jauh lebih panas.

No comments:

Powered by Blogger.