Badai Pasti Berlalu

December 12, 2018
Wanita muda itu memandang ke arah lapangan basket yang berada di seberang jalan. Dia memandang tanpa henti.
"Kenapa gak kesana aja?" Suara seorang wanita menghentikan kegiatan Rere. Dia menoleh ke arah sumber suara. Dia tersenyum kepada wanita itu.
"Kenapa gak bergabung dengan mereka?" Wanita itu kembali bertanya.
"Gak, kak. Malu." Rere menundukkan kepalanya, memandang tongkat peyangga di sampingnya.
"Malu kenapa?" Wanita itu mengambil posisi duduk disebelah Rere.
"Dulu saya cheerleader, kak, selalu latihan bersama mereka. Tapi kecelakaan itu menghancurkan semua mimpi saya. Saya sudah tidak bisa lagi bersama mereka." Airmata Rere tertahan.
"Mimpi kamu tidak hancur. Masih banyak kesempatan. Kamu kan bisa membantu mereka menciptakan gerakan, membuat desain baju, dan banyak hal lain." Rere terdiam memandangi wanita tersebut. Senyuman wanita tersebut tak pernah lepas.
"Kaki saya sebenarnya sudah diamputasi." Tiba-tiba wanita tersebut membuka kaki palsu yang melekat. Rere benar-benar terkejut.
Wanita itu terlihat sempurna. Tapi, dibalik kesempurnaannya ternyata menyimpan duka. Kondisinya jauh lebih memprihatinkan daripada dirinya.
"Saya perenang dulunya. Tapi kecelakaan membuat saya tidak dapat menggapai mimpi saya sebagai atlit renang. Padahal, tinggal selangkah lagi."
"Atlit?" Mata Rere membesar, suaranya meninggi. Seakan tak percaya akan apa yang dia dengar.
"Iya. Sehari sebelum pertandingan, saya kecelakaan. Tapi semua ada hikmahnya. Walaupun, awalnya saya sama seperti kamu, sulit menerima keadaan yang ada." Wanita itu menepuk pundak Rere, sembari memakai kembali kaki palsunya.
"Semua akan berlalu. Tidak akan ada badai yang lama menetap. Kamu tetap semangat ya." Wanita yang tak diketahui namanya itu berlalu. Rere tersenyum. Senyuman indahnya kembali.

No comments:

Powered by Blogger.